Beriman kepada Allah Swt. adalah mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati akan adanya Allah yang maha esa, baik dzatnya, perbuatannya, maupun sifat-sifatnya. keimanan kepada Allah merupakan dasar dan pokok sumber segala kepercayaan dalam Islam.
Mungkin diantara umat Islam banyak yang tidak tahu tentang sifat-sifat yang wajib maupun yang mustahil bagi Allah Swt.Padahal mengetahui sifat-sifat Allah Swt ini merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Tentu tujuannya adalah untuk menumbuhkan dan mempertebal kualitas keimanan kepada Allah Swt. kita sangat perlu mempelajari dan mengkaji sifat-sifat Allah Swt. sifat-sifat Allah Swt memiliki 20 sifat. Dan 20 sifat ini dibagi menjadi 4 bagian.
Adapun yang wajib bagi Ketuhanan itu bersifat dengan empat sifat:
1. Sifat Nafsiyah, yaitu Wujud
2. Sifat Salbiyah yaitu, Qidam, Baqa, Mukhalafatuhu lil khawaditsi, Qiyamuhu binafsihi dan Wahdaniat
3. Sifat Ma’ani, yaitu, Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sami’, Bashir dan Kalam
4. Sifat Ma’nawiyah, yaitu Qadirun, Muridun, ‘Alimun, Hayyun, Sami’un, Bashirrun dan Muttaqalimuun
I: Sifat Nafsiyah:
1. Wujud (ada) Lawannya ‘Adam (tidak ada)
Allah itu bersifat Wujud (ada). Tidak mungkin/mustahil Allah itu ‘Adam (tidak ada).
Bagaimana kita membuktikannya bahwa Allah Swt. ada? Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi cara sederhana untuk membuktikan Allah Swt ada adalah adanya alam semesta. Ini adalah cara sederhana untuk membuktikan adanya Allah Swt. mustahil ada alam semesta kalau tidak ada Allah Swt.
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:
“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” (QS. Al Furqoon :61)
Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.
Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada? Berapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada? Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.
Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!
Allah Swt, menciptakan bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. Yaa Siin: 40)
Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:
“Allah lah Yang meninggi-kan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia berse-mayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” (QS. Ar Ra’d: 2)
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imron: 191)
II: Sifat Salbiyah
Adapun hakikat sifat Salbiyah itu: wahiya dallat ‘alallafiy maalaa khaliyqu billahi ‘aza wajalla, artinya barang yang menunjukkan atas menafikan apa-apa yang tiada patut dan tiada layak pada dzat, pada sifat dan pada af’al Allah Ta’ala yaitu lima sifat:
1. Qidam (Terdahulu) Mustahil Allah itu Huduts (Baru)
Allah itu Qidam (Terdahulu). Mustahil Allah itu Huduts (Baru).
“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin]; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Hadiid: 3)
2. Baqo’ (Kekal) Mustahil Allah Swt Fana’ (Binasa).
Allah itu Baqo’ (Kekal). Tidak mungkin Allah itu Fana’ (Binasa).
Allah sebagai Tuhan Semesta Alam itu hidup terus menerus. Kekal abadi mengurus makhluk ciptaannya. Jika Tuhan itu Fana’ atau mati, bagaimana nasib ciptaannya seperti manusia?
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati…” (QS. Al Furqon: 58)
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. Ar Rahman:26-27)
Karena itu jika ada “Tuhan” yang wafat atau mati, maka itu bukan Tuhan. Tapi masih makhluk ciptaan Allah Swt.
3. Mukhollafatuhu lil hawaadits (Tidak Serupa dengan MakhlukNya) Mustahil Allah itu sama dengan makhlukNya (Mumaatsalaatuhu lil Hawaadits)
Allah itu berbeda dengan makhlukNya (Mukhollafatuhu lil hawaadits). Mustahil Allah itu sama dengan makhlukNya (Mumaatsalaatuhu lil Hawaadits). Kalau sama dengan makhluknya misalnya sama lemahnya dengan manusia, niscaya “Tuhan” itu bisa mati dikeroyok atau disalib oleh manusia. Mustahil jika “Tuhan” itu dilahirkan, menyusui, buang air, tidur, dan sebagainya. Itu adalah manusia. Bukan Tuhan!
Allah itu Maha Besar. Maha Kuasa. Maha Perkasa. Maha Hebat. Dan segala Maha-maha yang bagus lainnya.
“…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…” (QS. Asy Syuura:11)
4. Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya) Mustahil Allah Qiyamuhu li gharihi (Bediri diatas yang lain)
Allah itu Qiyamuhi Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya). Mustahil Allah itu Qiyamuhu li gharihi (Bediri diatas yang lain) pada makhluknya.
“.. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al ‘Ankabuut:6)
“Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” (QS. Al Israa’ :111)
Di dunia ini, semua orang saling membutuhkan. Bahkan seorang raja pun butuh penjahit pakaian agar dia tidak telanjang. Dia butuh pembuat bangunan agar istananya bisa berdiri. Dia butuh tukang masak agar bisa makan. Dia butuh pengawal agar tidak mati dibunuh orang. Dia butuh dokter jika dia sakit. Saat bayi, dia butuh susu ibunya, dan sebagainya.
Sebaliknya Allah berdiri sendiri. Dia tidak butuh makhluknya. Seandainya seluruh makhluk memujiNya, niscaya tidak bertambah sedikitpun kemuliaanNya. Sebaliknya jika seluruh makhluk menghinaNya, tidaklah berkurang sedikitpun kemuliaanNya.
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS.Faathir :15)
5. Wahdaaniyah (Esa) Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud)
Allah itu Wahdaaniyah (Esa/Satu). Mustahil Allah itu banyak (Ta’addud) seperti 2, 3, 4, dan seterusnya. Allah itu Maha Kuasa. Jika ada sekutuNya, maka Dia bukan yang Maha Kuasa lagi. Jika satu Tuhan Maha Pencipta, maka Tuhan yang lain kekuasaannya terbatas karena bukan Maha Pencipta.
”Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan yang lain beserta-Nya. Kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu” (QS. Al Mu’minuun:91)
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas:1-4)
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisaa’:48)
III: Sifat Ma’ani
Adapun hakikat sifat Ma’ani itu: wahiya kullu sifatu maujudatun qo’imatun bimaujuudatun aujabat lahu hukman, artinya tiap-tiap sifat yang berdiri pada yang maujud (wajibalwujud / zat Allah Ta’ala) maka mewajibkan suatu hukum (yaitu Ma’nawiyah)
1. Qudrat (Kuasa) Mustahil Allah itu ‘Ajzun (lemah)
Sifat Tuhan yang lain adalah Qudrat atau Maha Kuasa. Tidak mungkin Tuhan itu ‘Ajazun atau lemah. Jika lemah sehingga misalnya bisa ditangkap, disiksa, dan disalib, maka itu bukan Tuhan yang sesungguhnya. Hanya manusia biasa.
”… Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah:20)
2. Iradah (Berkehendak) Mustahil Allah itu Karoohah (terpaksa)
Sifat Allah adalah Iroodah (Maha Berkehendak). Allah melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Mustahil Allah itu Karoohah (terpaksa).
“…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” (QS. Huud:107)
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak untuk menciptakan sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah!” Lalu jadilah ia.” (QS. Al Baqarah:117)
3. Ilmu (Mengetahui) Mustahil Allah itu Jahlun (Bodoh)
Allah itu berilmu (Maha Mengetahui). Mustahil Allah itu Jahlun (Bodoh). Allah Maha Mengetahui karena Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Sedangkan manusia tahu bukan karena menciptakan, tapi sekedar melihat, mendengar, dan mengamati. Itu pun terbatas pengetahuannya sehingga manusia tetap saja tidak mampu menciptakan meski hanya seekor lalat.
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al An’aam:59)
“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisaa’:176)
4. Hayaat (Hidup) Mustahil Allah itu Maut (Mati).
Allah itu Hayaat (Maha Hidup). Mustahil Allah itu Maut (Mati). Jika Tuhan mati, maka bubarlah dunia ini. Tidak patut lagi dia disembah. Maha Suci Allah dari kematian/wafat.
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup kekal Yang tidak mati…” (QS. Al Furqaan:58)
5. Sama’ (Mendengar) Mustahil Allah itu bersifat Shummum (Tuli).
Allah bersifat Sama’ (Maha Mendengar). Mustahil Allah itu bersifat Shummum (Tuli). Allah Maha Mendengar. Mustahil Allah tuli.
“… Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah:256)
6. Bashar (Melihat) Mustahil Allah itu ‘Umyun (Buta).
Allah bersifat Melihat. Mustahil Allah itu ‘umyun (Buta).
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hujuraat:18)
7. Kalam (berfirman) Mustahil Allah itu Bukmun (Bisu)
Allah bersifat Kalam (Berkata-kata). Mustahil Allah itu Bukmun (Bisu)
“…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” (QS, An Nisaa’ 164)
Demikianlah sifat-sifat Allah yang penting yang wajib kita ketahui agar kita tahu mana Tuhan yang asli dan mana yang bukan.
Jika sifat-sifat Tuhan itu kita pahami dan yakini, niscaya kita tidak akan menyembah 3 Tuhan atau Tuhan yang Mati atau Tuhan yang Lemah, dan sebagainya. Kita hanya mau menyembah Allah yang memiliki sifat-sifat di atas dengan sempurna.
IV: Sifat Ma’nawiyah
Adapun hakikat sifat ma’nawiyah itu: hiyal halul wajibatu lidzati madaamati lidzati mu’allalati bi’illati, artinya hal yang wajib bagi dzat selama ada dzat itu dikarenakan suatu karena yaitu Ma’ani, umpama berdiri sifat Qudrat pada dzat maka baru dinamakan dzat itu Qadirun, artinya Yang Kuasa, Qudrat sifat Ma’ani, Qadirun sifat Ma’nawiah maka berlazim-lazim antar sifat Ma’ani dengan sifat Ma’nawiah, tiada boleh bercerai yaitu tujuh sifat pula:
1. Qoodirun: Yang Memiliki sifat Qudrat
2. Muriidun: Yang Memiliki Sifat Iroodah
3. ‘Aalimun: Yang Mempunyai Ilmu
4. Hayyun: yang Hidup
5. Samii’un: Yang Mendengar
6. Bashiirun: Yang Melihat
7. Mutakallimun: Yang Berkata-kata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.