Sikap putus asa adalah sikap yang tidak terpuji dalam agama Islam, karena orang yang memiliki sikap putus asa adalah orang-orang yang tidak memiliki kesabaran dan ketabahan disaat menghadapi musibah ataupun kesulitan dalam hidupnya. Sikap putus asa ini selalu menimbulkan kerugian terhadap orang yang mempunyai sikap putus asa tersebut maupun orang-orang yang ada di sekelilingnya. Bahkan yang lebih fatalnya lagi, orang yang memiliki sikap putus asa bisa sampai bunuh diri. Sebab orang tersebut sudah merasa bahwa tidak ada lagi jalan keluar atau solusi terhadap kesulitan yang dihadapinya. Agama Islam jelas melarang sikap putus asa tersebut, sebab putus asa termasuk sikap orang yang sesat. sebagaimana firman Allah swt. menjelaskan dalam Al-Qur'an, yang artinya,
"Dia (Ibrahim) berkata : 'Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.'" (QS. Al-Hijr : 56)
Allah menciptakan dunia sebagai ujian bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu sendiri, terkadang Dia menguji manusia dengan kesenangan, terkadang dengan penderitaan. Orang-orang yang menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan al-Qur’an tidak mampu menafsirkan secara tepat berbagai peristiwa tersebut, kemudian menjadi bersedih hati dan kehilangan harapan. Padahal Allah mengungkapkan rahasia penting dalam al-Qur’an yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Rahasia tersebut dijelaskan sebagai berikut:
"Dia (Ibrahim) berkata : 'Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.'" (QS. Al-Hijr : 56)
Allah menciptakan dunia sebagai ujian bagi manusia. Sebagaimana sifat ujian itu sendiri, terkadang Dia menguji manusia dengan kesenangan, terkadang dengan penderitaan. Orang-orang yang menilai berbagai peristiwa tidak berdasarkan al-Qur’an tidak mampu menafsirkan secara tepat berbagai peristiwa tersebut, kemudian menjadi bersedih hati dan kehilangan harapan. Padahal Allah mengungkapkan rahasia penting dalam al-Qur’an yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Rahasia tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Dalam surat Al Insyirah, Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 6)
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat ini, apa pun bentuk penderitaan yang dialami seseorang atau bagaimanapun situasi yang dihadapi, Allah menciptakan sebuah jalan keluar dan memberikan kemudahan kepada orang-orang yang beriman. Sesungguhnya, orang yang beriman akan menyaksikan bahwa Allah memberikan kemudahan di dalam semua kesulitan jika ia tetap istiqamah dalam kesabarannya. Dalam ayat lainnya, Allah telah memberi kabar gembira berupa petunjuk dan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya:
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Q.s. ath-Thalaq: 2-3).
Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya, sebab setiap kesulitan yang dihadapi itu merupakan ujian atau cobaan untuk orang-orang yang beriman. Ujian yang diberikan Allah pada intinya tidak ada di luar batas kemampuan kita.
Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha adil, menjadikan kemudahan dalam segala sesuatu dan menguji manusia sesuai dengan batas-batas kekuatan mereka. Shalat yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan manusia, kesulitan-kesulitan yang Dia ciptakan untuk mengujinya, tanggung jawab yang Dia bebankan kepada manusia, semuanya sesuai dengan kemampuan seseorang. Ini merupakan kabar gembira dan menentramkan bagi orang-orang beriman, dan merupakan wujud dari kasih sayang dan kemurahan Allah. Allah menceritakan rahasia ini dalam beberapa ayat sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih ber-manfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesang¬gupan-nya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Q.s. al-An‘am: 152).
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, Kami tidak memikul-kan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. al-A‘raf: 42).
“Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.” (Q.s. al-Mu’minun: 62).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.