Nabi Musa hidup di zaman Nabi Khidir yang penuh dengan misterius dan jenius. Ketika Musa berbulat tekad untuk berguru kepada Khidir, sebenarnya sang guru sudah tegas menolak karena sudah tahu kalau calon muridnya ini tidak bisa mengikuti bangunan logika yang akan dikembangkannya. Namun, Nabi Musa bersikeras untuk berguru kepadanya.”Insyaallah kamu akan menemukan saya dalam kesabaran”. Begitu janji Musa kepada Khidir. Akan tetapi, begitu melihat apa yang di lakukan Khidir, Musa malah langsung bersikap protes kepada gurunya itu, padahal sebelumnya dia telah berjanji untuk sami’na wa atha’na.
Protes pertama di lakukan Musa adalah ketika sang guru membocorkan perahu nelayan tanpa alasan yang dapat di pertanggung jawabkan
“Mengapa kamu melobangi perahu itu,padahal ia menjadi alat perjuangan para nelayan untuk mencari nafkah sehari-hari? Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar,” protes Musa kepada khidir. Musa melihat tidak ada alasan mendasar yang membolehkan dibocorkanya perahu itu. Musa bahkan melihat tindakan gurunya sebagai sebuah perbuatan kezaliman yang sulit termaafkan.
Protes kedua di lakukan musa kepada khidir adalah ketika gurunya tiba-tiba membunuh seorang anak kecil tanpa tahu apa salah dan dosanya.
“Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.“ Dalam kasus ini, musa melihat bahwa tidak ada alasan untuk membunuh anak itu, apa lagi anak-anak adalah bersih dari noda dan dosa. Mereka belum terbebani dengan kewajiban-kewajiban syari’at yang ditetapkan oleh Allah swt sampai ia menginjak umur dewasa.
Protes ketiga dilakukan Nabi Musa ketika gurunya menegakkan dinding bangunan yang hendak roboh dalam suatu kampung yang penduduknya menolaknya. Nabi Musa berkata,
“Jika kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu” dalam hal ini Musa berpandangan bahwa memperbaiki sebuah bangunan milik orang haru mendapatkan perintah dari yang punya bangunan. Dan atas dasar itu, gurunya berhak mendapatkan upah dari si empunya bangunan tersebut, sesuai dengan pekerjaan yang di lakukannya.
Memang sejak semula, Nabi Khaidir telah mengingatkan Nabi Musa bahwa ia tidak akan tahan mengikutinya. Nabi Khaidir berkata,
“Bagaimana kamu dapat sabar (tahan) atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang itu.” Namun Nabi Musa mencoba menyakinkan dengan mengatakan, “Insyallah kamu akan mendapati aku sebagi seorang yang sabar, dan tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Akan tetapi, dalam kenyataannya, setiap tindakan Nabi Khaidir selalu di tentang dan di protesnya, hingga akhirnya mereka pun terpaksa harus berpisah.
Sebelum mereka berpisah, Nabi Khaidir menjelaskan tentang tujuan dari tindakanya yang tidak bisa di pahami oleh Nabi Musa itu. "Tentang perahu yang saya bocorkan itu. Sesungguhnya ia kepunyaan orang miskin yang bekerja di laut dan saya merusaknya karena di hadapan mereka ada seorang raja yang akan lewat dan raja tersebut memiliki kebiasaan buruk, selalu merampas setiap melihat perahu yang baik utnuk kebutuhan pribadinya sambil membiarkan rakyatnya sengsara."
Adapun tentang anak itu, "Sebenarnya bocah ini memiliki kedua orang tua yang shaleh, tetapi kami khawatir kalau anak itu kelak mendorong orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran, sehingga kami meminta kepada tuhan agar sudi kiranya mengantikan anak itu dengan yang lebih baik untuk kedua orang tua yang saleh tadi."
Sedangkan tentang bangunan rumah itu,
"Sebenarnya kepunyaan dua orang anak yatim dan di bawahnya ada harta benda peninggalan ayah mereka yang di simpan untuk keduanya, sedangkan ayah kedua anak ini adalah pribadi yang saleh, maka Tuhan menghendaki supaya kelak jika mereka sampai kepada usia dewasa, barulah simpanannya itu di keluarkan untuk kebutuhan hidup kedua anak tersebut. Maka sengaja saya tegakan dinding rumah itu agar harta simpanan kedua anak ini dapat terlindungi dari tanggan-tanggan jahat yang ingin merampas atau mendapatkannya secara tidak benar."
Setelah memberikan penjelasan ini, Khaidir kemudian berkata,
“Sesungguhnya, tindakan tersebut aku lakukan bukanlah atas kemauanku sendiri melainkan atas petunjuk Allah.”
Musa terangguk-angguk paham tetapi Ia tidak bisa berbuat banyak, karena terlanjur sudah tidak diperbolehkan untuk berguru lagi kepada khidir. Musa pun mulai menyadari kecil dirinya di depan khidir yang jumawa dan futuristik. Khidir telah memperlihatkan kepada musa bagaimana seharusnya menghargai apa yang di berikan Allah tanpa sikap jumawa. Seakan khidir ingin mengatakan kepada musa, “Diatas langit itu masih ada langit”
Adapun hikmah yang dapat kita ambil dari kisah tersebut antara lain,
Pertama, rahasia Allah itu begitu luas, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dan melampauinya, kecuali orang-orang yang di berikan pengetahuan untuk itu. Oleh karena itulah maka tidak pantas bagi kita menyatakan bahwa kita mengetahui segala-galanya. Sebab, orang yang mengaku tahu banyak pun ternyata sudah tahu sedikit kali.
Kedua: orang yang berilmu pengetahuan lebih di muliakan Allah Swt dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan. Orang yang berilmu pengetahuan dapat bertindak dengan benar untuk kemanusiaan sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Sedangkan orang tidak memiliki ilmu pengetahuan, tidak dapat bertindak dengan benar dan tidak bisa berbuat banyak
Ketiga: tidak boleh menggap orang lain salah atas perbuatan yang dilakukanya, sebab selain kita tidak tahu kenapa dia harus berbuat sedemikian itu, jangan-jangan dia memiliki alasan yang kuat dan dibenarkan untk melakukan sesuatu itu.
Demikianlah sahabat bacaan madani kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidir yang penuh dengan pelajaran yang bisa kita ambil sebagai pelajaran dalam kehidupan sehari-hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.