Ibadah haji, sering juga di sebut dengan ibadah dalam rangka memenuhi panggilan Nabi Ibrahim A.s, sebab memang ibadah haji ini pertama sekali disyari’atkan melalui panggilan Nabi Ibarahim as. Oleh karena itu pulalah yang menyebabkan, pekerjaan-pekerjaan yang di lakukan dalam ibadah haji, menceritakan riwayat hidup (napak tilas) atas kehidupan Nabi Ibrahim as beserta keluarganya (Siti Hajar sebagai istirinya dan Ismail sebagai anaknya).
Di dalam satu riwayat disebutkan, Ibnu Abbas, menyatakan bahwa sewaktu Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim as menyerukan panggilan ibadah haji, Nabi Ibrahim sedikit ragu, apakah panggilanya akan di dengarkan oleh seluruh umat manusia, Allah swt kemudian menyakinkannya, “ seru sajalah dan Aku (Allah) yang akan meyampaikanya.”
Maha benar Allah atas segala firmanya, panggilan Nabi Ibrahim as yang telah dikumandangkan ribuan tahun yang lalu itu, telah di dengar oleh seluruh umat manusia, hanya saja memang harus di akui, bahwa sikap ummat manusia, khusunya ummat Islam dalam memenuhi panggilan itu yang berbeda-beda antara satu sama yang lain. Sikap tersebut dapat di klasifikasikan menjadi empat.
Pertama, ada yang ingin melaksanakanya dan ia mampu untuk itu, maka ia pun dengan senang hati mengerjakanya. Itulah orang-orang yang telah melaksanakan ibadah haji.
Kedua, ada yang ingin mengerjakannya dan ia mampu untuk itu, akan tetapi ada sesuatu aral meliintang di luar kemampuan-Nya, menyebabkan dirinya tidak jadi mengerjakan ibadah haji itu.
Ketiga, ada yang mampu mengerjakanya, kesempatan baginya terbentang luas, baik dari segi harga maupun dari segi waktu , akan tetapi hatinya tidak tergerak, hatinya justru semakin menjauh.
Keempat, ada yang ingin mengerjakanya, niat yang bulat telah di tanamkan, semangat berkobar-kobar bagaikan api unggun di puncak kepanasannya, namun seperti kata pepatah, “ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai.”
Oleh karena itu, maka merupakan kekeliruan yang sangat besar bagi seseorang yang menyatakan, bahwa dia tidak pergi melaksanakan ibadah haji sebab panggilanya belum datang/ sampai. Panggilan itu telah datang dan telah sampai, buktinya berbondong-bondong ummat Islam setiap tahun dari seluruh penjuru dunia mengerjakanya. Hanya saja memang harus di akui, bahwa sikap kita dalam memenuhi panggilan itulah yang berbeda-beda.
Persoalanya sekarang adalah, perlukan ibadah haji itu dilakukan berkali-kali seperti yang dilakukan oleh sebagian kalangan umat Islam, yang melaksanakan bukan hanya sekedar dua atau tiga kali, bahkan mencapai empat sampai dengan lima kali dan bahkan ada yang melakukanya setiap tahun. Memang uang yang dipergunakan untuk melakukan ibadah haji itu adalah uang sendiri, tetapi sejauh manakah manfaat yang di peroleh dari mengerjakan ibadah haji itu bekali-kali, dibandingkan dengan manfaat yang akan di peroleh umat islam secara keseluruhan, apabila uang yang akan akan di pergunakan mengerjakan ibadah haji berkali-kali itu, disumbangkan untuk mengatasi kemiskinan, kebodohan dan keterlatarbelakangan yang menyelimuti sebagian umat Islam, di negeri yang di ambang kebangkrutan ini.
Satu hal yang sangat masuk akal adalah, mengerjakan ibadah haji itu sangat indah dan sangat memuaskan secara spritiual, apalagi kita bertemu dengan jutaan perwakilan ummat islam seluruh dunia, bahkan sebahagian kawan mengatakan kenikmatan mengerjakan ibadah haji itu, tidak dapat diceritakan dan dilukiskan baik dengan gambar, tulisan maupun dengan kata-kata. Akan tetapi, cukupkah kenikmatan spiritual pribadi itu kita nikmati sendiri, sementara banyak saudara-saudara kita yang membutuhkan uang yang akan di pergunakan menunaikan ibadah haji berkali-kali itu.
Manakah lebih diutamakan kepentingan kepuasan spiritual pribadi, ataukah kepentingan spiritual orang banyak yang nota bene mereka adalah saudara-saudara ita seiman dan seagama. Tegakah rasanya kita membiarkan mereka hidup dalam kemelaratan, yang kata nabi Muhammad saw,
“Kemiskinan itu sangat dekat dengan kekafiran.”
Bukankah uang itu baik di pergunakan untuk membantu dengan membentengi mereka dari rayuan kekafiran. Haji kita lakukan sekali dalam se umur hidup maka telah lepas kewajiban kita terhadap Allah swt, tetapi ummat Islam kita biarkan kelaparan, merana dalam kesengsaraan menyebabkan kita berdosa seumur hidup. Nabi bersabda,
“Tidak beriman salah seorang di antara kamu yang tidur nyenyak karena kekenyangan, sementara tetangganya tidak bisa tidur karena kelaparan.”
Perlu untuk di ketahui bahwa setiap ibadah yang diwajibkan oleh Allah swt terhadap ummatnya mempunyai dampak terhadap sosial kemasyarakatan, baik dalam bentuk solidaritas sosial, maupun dalam bentuk yang lainya seperti halnya sholat, puasa, zakat dan juga mengerjakan ibadah haji.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang perlukah haji berkali-kali? Mudah-mudahan sahabat pembaca yang sudah menunaikan ibadah haji, menjadi haji yang mabrur. bagi yang belum, Semoga Allah memudahkan jalan kita untuk menunaikannya. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.