Haid/menstruasi menurut bahasa berarti mengalir, adapun menurut istilah syara’ adalah darah yang mengalir dari dalam rahim perempuan yang dangkal dan berlangsung/keluar pada waktu-waktu tertentu, dimana ia memberikan pengaruh pada rahim wanita manakala telah baligh. Darah ini bukanlah darah yang keluar dari leher rahim yang menyambung pada vagina atau pembuluh darah, yang biasa disebut juga dengan istilah darah istikhadha (penyakit).
Haid/menstruasi yang dialami oleh setiap wanita baligh adalah merupakan qodrat Allah SWT. yang sangat alamiyah, sehat dan normal, yang mana biasanya darah tersebut keluar secara teratur pada setiap bulan. Haid/menstruasi juga salah satu tanda bahwa wanita itu telah sampai pada usia baligh. Dimana ketika seorang wanita telah sampai pada usia baligh tersebut, maka ia telah wajib menjalankan hukum-hukum syar’i, seperti shalat 5 waktu, puasa pada bulan Ramadhan dan lain sebagainya.
Dari defenisi haid tersebut bahwa yang keluar itu adalah darah dan menyebabkan wanita tersebut berhadats besar dan mempunyai siklus kebiasaan. Tentunya disaat wanita haid ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan semasa haid berlangsung hingga dipastikan sudah berhenti dan melakukan mandi wajib. Adapun hal-hal tersebut sebagai berikut
1. Tidak diperkenankan bagi wanita haid untuk mengerjakan shalat.
wanita yang sedang haid tidak boleh melaksanakan shalat, baik shalat itu wajib maupun sunnah.
2. Berdiam diri atau menetap di masjid.
Kalau hanya melintas tanpa berdiam diri didalamnya maka itu diperbolehkan, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari A’isyah ra, bahwasanya ia berkata :
”Sesungguhnya Rasulullah pernah meminta kepadaku : “Ambilkan aku sajadah”. Kemudian aku berkata : “Aku sedang haid”. Lantas beliau bersabda :”Sesungguhnya haidmu tidak berada pada tanganmu”. Dimana saat itu Rasulullah saw sedang beri’tikaf.
3. Tidak diperkenankan bagi wanita haid untuk berpuasa.
Baik puasa wajib maupun puasa sunnah, akan tetapi masih ada kewajiban untuk mengulang atau mengganti puasa wajib yang tertinggal ketika haidnya sedang berlangsung pada hari yang lain.
4. Tidak diperkenankan bagi wanita haid thawaf, baik thawaf fardhu maupun yang sunnah.
Hal ini berdasarkan dengan hadits Nabi Muhammad saw. bahwasanya beliau bersabda :
“ Kerjakanlah sebagaimana halnya orang berhaji, hananya saja janganlah kamu melakukan thawaf hingga sampai kamu suci dan mandi”.
5. Tidak diperkenankan bagi wanita haid membaca dan memegang Al-Qur’an.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah swt. dalam Al-Qur’an :
Artinya: “tidak boleh menyentuh (Al-Qur’an) kecuali hamba-hamba yang disucikan”. (QS Al-Waqi’ah : 79)
6. Tidak diperkenankan bagi wanita haid melakukan hubungan badan dengan suami (jima’).
Larangan berjima’ dengan isteri yang lagi haid berdasarkan firman Allah swt dalam Al-Qur’an :
Artinya : “Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid”. (QS Al-Baqarah : 222)
7. Tidak diperkenankan bagi suami mentalaq isterinya ketika sedang haid dan nifas.
Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwasanya :
”Ibnu Umar telah mentalaq isterinya yang sedang haid, maka Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. dan Beliau berkata kepada Umar :”Suruhlah anakmu agar rujuk kepada isterinya, kemudian hendaklah ia tahan dulu sampai wanita itu suci, kemudian ia haid lagi, kemudian ia suci lagi, sesudah itu jika ia (Ibnu Umar) menghendaki, teruskan perkawinannya dan itulah yang lebih baik, dan jika ia menghendaki berpisah, maka boleh ditalaqnya sebelum dicampurinay. Demikianlah iddah yang di suruh Allah swt yang boleh padanya wanita yang ditalaq”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.