A. Pengertian Ilmu Hadis.
Ilmu hadis (ulum al-hadis) terdiri dari dua kata, yaitu ilmu (ulum) dan al-hadis. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, yang berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadis di kalangan ulama hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. dari perbuatan, perkataan, takrir, atau sifat.”
Dengan demikian, gabungan kata ulum al-hadis mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad Saw. ”.Sedangkan menurut ulama mutaqaddimin, ulum al-hadis adalah.
“Ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana hadis-hadis bisa tersambung hingga sampai kepada Rasul Saw. baik dari sisi ke-dabit-an dan keadilan periwayatnya, maupun dari sisi sambung atau putusnya rangkaian rantai sanad.”
Ilmu hadis juga diartikan sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui betul atau tidaknya ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad Saw. Dapat juga diartikan sebagai
"Ilmu hadis adalah ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan periwayat atau sesuatu yang diriwayatkan.”
Imam ‘Izz ad-Din bin Jama’ah sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuti (w. 911 H) dalam Tadrib a-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi mengatakan:
"Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan."
Sanad atau isnad (jamak) secara etimologi artinya sandaran. Sedangkan secara terminologi adalah mata rantai atau jalan yang bersambung sampai kepada matan (isi hadis) yang terdiri dari para rawi yang meriwayatkan matan hadis dan menyampaikannya.
B. Macam-macam Ilmu Hadis.
Pada perkembangannya, ulama mutaakhirin membagi ilmu hadis menjadi dua, yakni ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah.
a. Ilmu Hadis Riwayah.
Ilmu hadis riwayah adalah ilmu hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah, yakni ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi Muhammad Saw., sebagaimana definisi berikut ini:
“Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.”
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ilmu hadis riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi Muhammad Saw. Objek kajian ilmu hadis riwāyah adalah hadis Nabi Muhammad Saw. dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
1) Cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain.
2) Cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk hafalan, penulisan, dan pembukuannya. Ilmu hadis riwayah ini sudah ada sejak Nabi Saw. masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para sahabat Nabi Saw. menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadis Nabi Saw. Mereka berusaha untuk memperoleh hadis-hadis Nabi Saw. dengan cara mendatangi majelis-majelis Nabi Muhammad Saw. serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi Saw.. Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan hadis Nabi Saw. berlangsung hingga usaha penghimpunan hadis secara resmi pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz (memerintah pada 99 H/717 M- 124 H/ 742 M).
b. Ilmu Hadis Dirayah.
Dalam mendefinisikan ilmu hadis dirayah, ada beberapa pendapat di kalangan ulama, di antaranya pendapat Ibn Akfani yang memberikan pengertian bahwa ilmu hadis dirayah adalah:
"Ilmu yang mempelajari hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, sifat-sifat para perawi dan syarat-syaratnya,serta macam-macamsesuatu yang diriwayatkan serta hal-hal yang terkait dengannya."
Menurut pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), ilmu hadis dirayah adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkan. Pengertian ini diikuti oleh sebagian besar ahli hadis.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadis dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan sesuatu yang diriwayatkan (matan) dari sisi diterima (maqbul) dan tidak--keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkannya—(mardud). Jadi, objek kajian atau pokok pembahasan ilmu hadis dirayahi, berdasarkan definisi di atas, adalah penelitian terhadap keadaan para perawi hadis (sanad) dan matannya (teks hadis/matan)
Pembahasan tentang sanad meliputi;
1) Sanadnya bersambung (ittis al as-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat sampai pada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus (tidak pernah bertemu, tidak semasa), tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
2) Segi kepercayaan sanad (Siqat as-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis harus memiliki sifat adil dan dabit (kuat dan cermat daya hapalan hadisnya)
3) Bebas dari kejanggalan (syaz).
4) Bebas dari cacat (‘illat).
Sedangkan pembahasan mengenai matan (teks hadis) adalah meliputi segi kesahihan atau ke-daif-an matan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari:
1) Apakah matan hadis tersebut sesuai atau tidak dengan kandungan/ajaran al-Qur’an.
2) Bebas dari kejanggalan redaksi (rakiku al-alfaz)
3) Bebas dari cacat atau kejanggalan makna (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan
4) Bebas dari kata-kata asing (garib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Ilmu hadis (ulum al-hadis) terdiri dari dua kata, yaitu ilmu (ulum) dan al-hadis. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, yang berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadis di kalangan ulama hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. dari perbuatan, perkataan, takrir, atau sifat.”
Dengan demikian, gabungan kata ulum al-hadis mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad Saw. ”.Sedangkan menurut ulama mutaqaddimin, ulum al-hadis adalah.
“Ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana hadis-hadis bisa tersambung hingga sampai kepada Rasul Saw. baik dari sisi ke-dabit-an dan keadilan periwayatnya, maupun dari sisi sambung atau putusnya rangkaian rantai sanad.”
Ilmu hadis juga diartikan sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui betul atau tidaknya ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad Saw. Dapat juga diartikan sebagai
"Ilmu hadis adalah ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan periwayat atau sesuatu yang diriwayatkan.”
Imam ‘Izz ad-Din bin Jama’ah sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuti (w. 911 H) dalam Tadrib a-Rawi fi Syarh Taqrib an-Nawawi mengatakan:
"Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan."
Sanad atau isnad (jamak) secara etimologi artinya sandaran. Sedangkan secara terminologi adalah mata rantai atau jalan yang bersambung sampai kepada matan (isi hadis) yang terdiri dari para rawi yang meriwayatkan matan hadis dan menyampaikannya.
B. Macam-macam Ilmu Hadis.
Pada perkembangannya, ulama mutaakhirin membagi ilmu hadis menjadi dua, yakni ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah.
a. Ilmu Hadis Riwayah.
Ilmu hadis riwayah adalah ilmu hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah, yakni ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi Muhammad Saw., sebagaimana definisi berikut ini:
“Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.”
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa ilmu hadis riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi Muhammad Saw. Objek kajian ilmu hadis riwāyah adalah hadis Nabi Muhammad Saw. dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
1) Cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain.
2) Cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk hafalan, penulisan, dan pembukuannya. Ilmu hadis riwayah ini sudah ada sejak Nabi Saw. masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para sahabat Nabi Saw. menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadis Nabi Saw. Mereka berusaha untuk memperoleh hadis-hadis Nabi Saw. dengan cara mendatangi majelis-majelis Nabi Muhammad Saw. serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan Nabi Saw.. Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan hadis Nabi Saw. berlangsung hingga usaha penghimpunan hadis secara resmi pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz (memerintah pada 99 H/717 M- 124 H/ 742 M).
Baca Juga :
b. Ilmu Hadis Dirayah.
Dalam mendefinisikan ilmu hadis dirayah, ada beberapa pendapat di kalangan ulama, di antaranya pendapat Ibn Akfani yang memberikan pengertian bahwa ilmu hadis dirayah adalah:
"Ilmu yang mempelajari hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, sifat-sifat para perawi dan syarat-syaratnya,serta macam-macamsesuatu yang diriwayatkan serta hal-hal yang terkait dengannya."
Menurut pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), ilmu hadis dirayah adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkan. Pengertian ini diikuti oleh sebagian besar ahli hadis.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadis dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan sesuatu yang diriwayatkan (matan) dari sisi diterima (maqbul) dan tidak--keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkannya—(mardud). Jadi, objek kajian atau pokok pembahasan ilmu hadis dirayahi, berdasarkan definisi di atas, adalah penelitian terhadap keadaan para perawi hadis (sanad) dan matannya (teks hadis/matan)
Pembahasan tentang sanad meliputi;
1) Sanadnya bersambung (ittis al as-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat sampai pada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus (tidak pernah bertemu, tidak semasa), tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
2) Segi kepercayaan sanad (Siqat as-sanad), yatu setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis harus memiliki sifat adil dan dabit (kuat dan cermat daya hapalan hadisnya)
3) Bebas dari kejanggalan (syaz).
4) Bebas dari cacat (‘illat).
Sedangkan pembahasan mengenai matan (teks hadis) adalah meliputi segi kesahihan atau ke-daif-an matan tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari:
1) Apakah matan hadis tersebut sesuai atau tidak dengan kandungan/ajaran al-Qur’an.
2) Bebas dari kejanggalan redaksi (rakiku al-alfaz)
3) Bebas dari cacat atau kejanggalan makna (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan kandungan dan makna Al-Qur’an, atau dengan fakta sejarah; dan
4) Bebas dari kata-kata asing (garib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Baca Juga :
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian ilmu hadis dan macam-macam ilmu hadis. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Hadis Ilmu Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.