Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13, ibu kotanya terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate di Maluku, juga telah berdiri kerajaan-kerajaan lain, yaitu Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan-kerajaan itu, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak menghasilkan rempah-rempah sehingga Ternate banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Jawa, Melayu, Cina, dan Arab. Selain didatangi para pedagang, Ternate juga memiliki kapal-kapal dagang yang sering berlayar ke daerah-daerah lain.
Menurut catatan orang Portugis, raja di Maluku yang mula-mula memeluk agama Islam adalah Raja Ternate, yaitu Gapi Baguna atau Sultan Marhum yang masuk Islam karena menerima pengaruh dakwah dari Datuk Maulana Husin. Ia memerintah tahun 1465-1485 M. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya, Zainal Abidin. Pada tahun 1495 M.
Zainal Abidin mewakilkan pemerintahannya kepada keluarganya karena ia memperdalam pengetahuan agama Islam kepada Sunan Giri dan kemudian ke Malaka. Setelah kembali ke Ternate, Zainal Abidin sangat giat menyebarkan agama Islam ke pulaupulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filipina Selatan.
Zainal Abidin hanya memerintah sampai tahun 1500 M. Secara berturut-turut yang kemudian memerintah di Ternate adalah Sultan Sirullah, Sultan Khairun, dan Sultan Baabullah. Sejak pemerintahan Sultan Khairun, di Maluku telah berdatangan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Di antara mereka terjadi persaingan yang ketat sehingga akhimya terjadi konflik.
Bangsa Portugis berhasil mendirikan benteng di Ternate, yaitu Benteng Sao Paulo dengan dalih bahwa benteng tersebut dibangun untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Namun, lambat laun bangsa Portugis melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kebencian rakyat Ternate. Misalnya melakukan kegiatan monopoli perdagangan, bersikap angkuh dan kasar, serta ikut campur masalah intern Kesultanan Ternate.
Penguasa Ternate yang menentang Portugis adalah Sultan Khairun yang memerintah pada tahun 1550 M. sampai 1570 M. Ia secara tegas menolak kehadiran para misionaris Portugis di Ternate. Hal itu membuat Portugis khawatir akan terusir dari bumi Ternate sehingga dengan dalih mengadakan perjanjian perdamaian Portugis di bawah pimpinan De Mesqiuta, membunuh Sultan Khairun pada tahun 1570 M.
Rakyat Ternate di bawah pimpinan putra Sultan Khairun, yaitu Sultan Baabullah, akhirnya mengangkat senjata melawan bangsa Portugis. Setelah benteng Portugis dikepung selama lima tahun, pada tahun 1575 M. Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate.
Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai masa kejayaannya. Wilayah dan pengaruhnya sangat luas meliputi daerah Mindanau (Filipina), seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Karena wilayahnya yang luas serta pelayaran dan perdagangannya yang maju, Sultan Baabullah mendapat gelar Yang Dipertuan di 72 pulau. Untuk menjaga keamanan wilayahnya, Ternate memiliki 100 kapal kora-kora. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas. Kerajaan Ternate telah berhasil membangun armada laut yang cukup kuat sehingga mampu melindungi wilayahnya yang cukup luas tersebut.
Setelah Sultan Baabullah wafat, kerajaan Ternate mulai melemah. Pada tahun 1580 M. kerajaan Spanyol dan Portugal menyerang Ternate. Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Filipina. Kekalahan demi kekalahan yang dialami memaksa Ternate meminta bantuan Belanda. Belanda bersedia membantu dengan syarat VOC diberi hak monopoli perdagangan di Maluku.
Akhirnya kerajaan Ternate berhasil mengalahkan Spanyol namun dengan imbalan yang sangat mahal. Belanda secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 M. Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku. Pada tahun 1607 M. pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di Nusantara.
Semakin lama kekuasan dan pengaruh Belanda di Ternate semakin kuat. Bersamaan dengan itu pula terjadi pemberontakan dan konflik internal di kerajaan Ternate, sehingga kerajaan Ternate mulai melemah dan dan akhirnya runtuh.
Sumber: Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 11: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Menurut catatan orang Portugis, raja di Maluku yang mula-mula memeluk agama Islam adalah Raja Ternate, yaitu Gapi Baguna atau Sultan Marhum yang masuk Islam karena menerima pengaruh dakwah dari Datuk Maulana Husin. Ia memerintah tahun 1465-1485 M. Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya, Zainal Abidin. Pada tahun 1495 M.
Zainal Abidin mewakilkan pemerintahannya kepada keluarganya karena ia memperdalam pengetahuan agama Islam kepada Sunan Giri dan kemudian ke Malaka. Setelah kembali ke Ternate, Zainal Abidin sangat giat menyebarkan agama Islam ke pulaupulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filipina Selatan.
Zainal Abidin hanya memerintah sampai tahun 1500 M. Secara berturut-turut yang kemudian memerintah di Ternate adalah Sultan Sirullah, Sultan Khairun, dan Sultan Baabullah. Sejak pemerintahan Sultan Khairun, di Maluku telah berdatangan bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Di antara mereka terjadi persaingan yang ketat sehingga akhimya terjadi konflik.
Bangsa Portugis berhasil mendirikan benteng di Ternate, yaitu Benteng Sao Paulo dengan dalih bahwa benteng tersebut dibangun untuk melindungi Ternate dari serangan Tidore yang bersekutu dengan Spanyol. Namun, lambat laun bangsa Portugis melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kebencian rakyat Ternate. Misalnya melakukan kegiatan monopoli perdagangan, bersikap angkuh dan kasar, serta ikut campur masalah intern Kesultanan Ternate.
Penguasa Ternate yang menentang Portugis adalah Sultan Khairun yang memerintah pada tahun 1550 M. sampai 1570 M. Ia secara tegas menolak kehadiran para misionaris Portugis di Ternate. Hal itu membuat Portugis khawatir akan terusir dari bumi Ternate sehingga dengan dalih mengadakan perjanjian perdamaian Portugis di bawah pimpinan De Mesqiuta, membunuh Sultan Khairun pada tahun 1570 M.
Rakyat Ternate di bawah pimpinan putra Sultan Khairun, yaitu Sultan Baabullah, akhirnya mengangkat senjata melawan bangsa Portugis. Setelah benteng Portugis dikepung selama lima tahun, pada tahun 1575 M. Sultan Baabullah berhasil mengusir Portugis dari Ternate.
Di bawah pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mencapai masa kejayaannya. Wilayah dan pengaruhnya sangat luas meliputi daerah Mindanau (Filipina), seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Karena wilayahnya yang luas serta pelayaran dan perdagangannya yang maju, Sultan Baabullah mendapat gelar Yang Dipertuan di 72 pulau. Untuk menjaga keamanan wilayahnya, Ternate memiliki 100 kapal kora-kora. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas. Kerajaan Ternate telah berhasil membangun armada laut yang cukup kuat sehingga mampu melindungi wilayahnya yang cukup luas tersebut.
Setelah Sultan Baabullah wafat, kerajaan Ternate mulai melemah. Pada tahun 1580 M. kerajaan Spanyol dan Portugal menyerang Ternate. Sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Filipina. Kekalahan demi kekalahan yang dialami memaksa Ternate meminta bantuan Belanda. Belanda bersedia membantu dengan syarat VOC diberi hak monopoli perdagangan di Maluku.
Akhirnya kerajaan Ternate berhasil mengalahkan Spanyol namun dengan imbalan yang sangat mahal. Belanda secara perlahan-lahan menguasai Ternate. Pada tanggal 26 Juni 1607 M. Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku. Pada tahun 1607 M. pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di Nusantara.
Semakin lama kekuasan dan pengaruh Belanda di Ternate semakin kuat. Bersamaan dengan itu pula terjadi pemberontakan dan konflik internal di kerajaan Ternate, sehingga kerajaan Ternate mulai melemah dan dan akhirnya runtuh.
Sumber: Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 11: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.