Pada waktu kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Syafawi di Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang dengan cepat. Nama Syafawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Syafawiyah menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan Syafawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Syafawi sering berselisih dengan kerajaan Turki Usmani.
Kerajaan Syafawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Syafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini .
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Syafawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.
Dalam perkembangannya Bangsa Syafawi (tarekat Syafawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah).
Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Syafawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah. Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti Syafawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Kara Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma’il yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Syafawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijadikan madzhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.
Gerakan Militer Syafawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Kara Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Syafawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, Kara Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh (Holt, 1970:396). Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap Kara Koyunlu.
Akan tetapi Ya’kub pemimpin Kara Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489- 1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota Kara Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Syafawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan Kara Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota Kara Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Syafawi. Ia disebut juga Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan Kara Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505- 1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Syafawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hurahura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Syafawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Syafawi antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Syafawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Syafawi sendiri. Berikut urutan penguasa kerajaan Syafawi :
a. Isma’il I (1501-1524 M)
b. Tahmasp I (1524-1576 M)
c. Isma’il II (1576-1577 M)
d. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
e. Abbas I (1587-1628 M)
f. Safi Mirza (1628-1642 M)
g. Abbas II (1642-1667 M)
h. Sulaiman (1667-1694 M)
Husein I (1694-1722 M)
j. Tahmasp II (1722-1732 M)
k. Abbas III (1732-1736 M)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah berdirinya kerajaan Syafawi. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Syafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Sumber buku Siswa Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI MA. Kementerian Agama RI.
Kerajaan Syafawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Syafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini .
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota Azerbaijan. Tarekat ini bernama Syafawiyah sesuai dengan nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi’ah yang keenam “Musa al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid’ah. Tarekat ini menjadi semakin penting setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syiria dan Anatolia.
Dalam perkembangannya Bangsa Syafawi (tarekat Syafawiyah) sangat fanatik terhadap ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang telah mereka yakini (ajaran Syi’ah).
Karena itu, lama kelamaan murid-murid tarekat Syafawiyah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syiah. Bermula dari prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).
Dinasti Syafawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Kara Koyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian besar Persia.
Tahun 1459 M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut. Penggantinya diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma’il yang kemudian hari menjadi pendiri kerajaan Syafawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi’ahlah yang resmi dijadikan madzhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai peletak batu pertama negara Iran.
Gerakan Militer Syafawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh Kara Koyunlu setelah ia menang dari Kara Koyunlu (1476 M). Karena itu, ketika Syafawi menyerang wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, Kara Koyunlu mengirimkan bantuan militer kepada Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan ia terbunuh (Holt, 1970:396). Ali, putera dan pengganti Haidar, didesak bala tentaranya untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap Kara Koyunlu.
Akan tetapi Ya’kub pemimpin Kara Koyunlu menangkap dan memenjarakan Ali bersama saudaranya, Ibrahim, Ismail dan ibunya di Fars (1489- 1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, putera mahkota Kara Koyunlu dengan syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. Setelah dapat dikalahkan, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali bersaudara dan Ali terbunuh (1494 M).
Periode selanjutnya, kepemimpinan gerakan Syafawi di serahkan pada Ismail. Selama 5 tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan dan kekuatan. Pasukan yang di persiapkan itu diberi nama Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash dibawah pimpinan Ismail menyerang dan mengalahkan Kara Koyunlu (domba putih) di sharur dekat Nakh Chivan. Qizilbash terus berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, yakni ibu kota Kara Koyunlu dan akhirnya berhasil dan mendudukinya. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Dinasti Syafawi. Ia disebut juga Ismail I.
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat menghancurkan sisa-sisa kekuatan Kara Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505- 1507 M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan. Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .
Bahkan tidak sampai di situ saja, ambisi politik mendorongnya untuk terus mengembangkan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah lainnya seperti Turki Usmani. Ismail berusaha merebut dan mengadakan ekspansi ke wilayah kerajaan Usmani (1514 M), tetapi dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan malah Turki Usmani yang di pimpin oleh sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan Syafawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail. Akibatnya dia berubah, dia lebih senang menyendiri, menempuh kehidupan hurahura dan berburu. Keadaan itu berdampak negatif bagi kerajaan Syafawi dan pada akhirnya terjadi persaingan dalam merebut pengaruh untuk dapat memimpin kerajaan Syafawi antara pimpinan suku-suku Turki, pejabat keturunan Persia dan Qizilbash.
Rasa pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I, peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Syafawi mengalami kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari dalam kerajaan Syafawi sendiri. Berikut urutan penguasa kerajaan Syafawi :
a. Isma’il I (1501-1524 M)
b. Tahmasp I (1524-1576 M)
c. Isma’il II (1576-1577 M)
d. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
e. Abbas I (1587-1628 M)
f. Safi Mirza (1628-1642 M)
g. Abbas II (1642-1667 M)
h. Sulaiman (1667-1694 M)
Husein I (1694-1722 M)
j. Tahmasp II (1722-1732 M)
k. Abbas III (1732-1736 M)
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah berdirinya kerajaan Syafawi. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut Syi’ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Syafawi dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran dewasa ini.
Sumber buku Siswa Sejarah Kebudayaan Islam Kelas XI MA. Kementerian Agama RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.