Kedudukan Nafsu, Akal dan Qalb.
Nafsu, akal dan qalb memiliki makna serupa, yaitu susuatu yang lembut/ laṭifah. Sesuatu yang tidak bisa diindra namun mempunyai daya pengaruh penentu baik-buruknya seseorang. Sehingga jika hati baik maka prilaku anggota lahirpun akan baik.
Jika hati buruk maka prilaku anggota lahirpun buruk. Kedudukan antara hati dengan anggota badan ibarat seperti raja dengan rakyatnya. Akal ibarat menterinya, dan nafsu polisinya/ tentara. Jika polisi bertindak tidak mengikuti perintah raja dan pertimbangan menteri maka akan melahirkan perbuatan melenceng dari semestinya, dan semena-mena.
Demikian juga nafsu kesenangan jika dilepaskan dari petunjuk akal dan arahan hati maka akan melahirkan prilaku tercela dan merugikan. Nafsu diciptakan Allah Swt. bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia diberi nafsu makan, minum, seksual dan sebagainya agar anggota badan bisa berfungsi dan sehat serta melangsungkan keturunan.
Demikian juga diberi nafsu marah agar dapat menjaga kehidupan dan harga dirinya. Manusia tidak bisa lepas dari nafsu, karena dengan nafsu manusia bisa bertahan hidup, dan dengan menggunakan nafsu juga manusia beramal ibadah. Karena itu nafsu tidak boleh dihilangkan sama sekali, juga tidak boleh dibebaskan sebebas-bebasnya.
Namun penggunaannya nafsu mesti harus sesuai dengan petunjuk akal dan pertimbangan hati. Nafsu tidak boleh menguasai seseorang. Dengan akal seseorang mampu mendapatkan ilmu pengetahuan, menemukan kebenaran dan kesalahan, membedakan kebaikan dan keburukan, menghitung kemasahatan dan kemadlaratan.
Namun untuk menentukan tindakan benar dari yang salah, baik dari yang buruk, dan maslahah dari yang mafsadah maka perlu pertimbangan hati yang jernih. Karena itu tugas setiap orang adalah bagaimana menjaga hati selalu dalam kondisi jernih, bersih dan bebas dari kotoran. Orang seperti inilah yang beruntung dunia-akhirat, sebagaimana penjelasan surat as-Syamsy ayat 9-10:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asyamsy:9-10)
Setiap perbuatan maksiat atau dosa seseorang akan berdampak bekas hitam pada hati. Jika kemaksiatan tersebut berlangasung terus-menerus maka hati benarbenar menjadi hitam pekat. Jika hati menjadi hitam maka tidak bisa menerima kebenaran, sulit mengendalikan hawa nafsu dan berat untuk melakukan kebajikan. Hati seperti inilah yang digambarkan Allah Swt sebagai hati yang terkunci dan buta.
“Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. al-Muṭhaffifin: 14)
Orang yang hanya menuruti kesenangan hawa nafsunya, akan serakah dan tidak akan merasa puas. Inilah sumber malapetaka. Ia akan mudah jatuh kepada kemaksiatan dan dosa.
Sedangkan orang yang banyak dosa hatinya menjadi kotor, hitam dan tertutup. Hati yang tertutup akan tumpul tidak peka terhadap perasaan dan kebenaran, sehingga menyebabkan jauh dari Allah Swt. Orang yang berbuat dosa juga disebabkan kebodohan dan tidak mau menggunakan akal sehatnya. Orang yang tidak menggunakan akal sehatnya mudah sekali melakukan kesalahan dan dosa.
Dengan demikian jelaslah hubungan antara nafsu, akal dan hati dalam kehidupan ini. Satu sama lain serupa dan saling terkait. Maka orang yang beruntung adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar ke angota badan sehingga membuahkan prilaku akhlakul karimah.
Perilaku Orang yang Memiliki Nafsu, Akal dan Qalb.
Dengan memahami ajaran Islam mengenai nafsu. Akal dan hati, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut :
1. Dalam kehidupan sehari hari hendaknya tidak menuruti kesenangan nafsu, sebab kesenangan nafsu selalu berakhir penyesalan bahkan kehancuran, sekalipun kadang berwujud kebaikan.
2. Selalu mengasah kecerdasan, menggunakan akal untuk mempertimbangkan semua hal yang akan kita lakukan. Pertimbangkan untung ruginya, baik buruknya, dan dampak maslahah madlorotnya.
3. Setiap hari hendaknya ada tambahan ilmu yang masuk dalam akal kita terutama ilmu agama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan aturan Allah Swt dalam setiap yang akan kita lakukan. Kemudian memastikan apa yang kita laukan tidak keluar dari aturan Allah Swt tersebut.
4. Hendaknya mengasah ketajaman perasaan, dan kepekaan hati agar hati nurani kita berfunfsi dengan baik. Yaitu hati bisa mengendalikan pikiran dan nafsu dalam setiap tindakan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kedudukan akal. Nafsu dan qalb serta perilaku orang yang memiliki akal, nafsu dan qalbu. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar ke angota badan sehingga membuahkan prilaku akhlakul karimah. Aamiin.
Sumber, Buku Siswa Akhlak, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Nafsu, akal dan qalb memiliki makna serupa, yaitu susuatu yang lembut/ laṭifah. Sesuatu yang tidak bisa diindra namun mempunyai daya pengaruh penentu baik-buruknya seseorang. Sehingga jika hati baik maka prilaku anggota lahirpun akan baik.
Jika hati buruk maka prilaku anggota lahirpun buruk. Kedudukan antara hati dengan anggota badan ibarat seperti raja dengan rakyatnya. Akal ibarat menterinya, dan nafsu polisinya/ tentara. Jika polisi bertindak tidak mengikuti perintah raja dan pertimbangan menteri maka akan melahirkan perbuatan melenceng dari semestinya, dan semena-mena.
Demikian juga nafsu kesenangan jika dilepaskan dari petunjuk akal dan arahan hati maka akan melahirkan prilaku tercela dan merugikan. Nafsu diciptakan Allah Swt. bagi manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia diberi nafsu makan, minum, seksual dan sebagainya agar anggota badan bisa berfungsi dan sehat serta melangsungkan keturunan.
Demikian juga diberi nafsu marah agar dapat menjaga kehidupan dan harga dirinya. Manusia tidak bisa lepas dari nafsu, karena dengan nafsu manusia bisa bertahan hidup, dan dengan menggunakan nafsu juga manusia beramal ibadah. Karena itu nafsu tidak boleh dihilangkan sama sekali, juga tidak boleh dibebaskan sebebas-bebasnya.
Namun penggunaannya nafsu mesti harus sesuai dengan petunjuk akal dan pertimbangan hati. Nafsu tidak boleh menguasai seseorang. Dengan akal seseorang mampu mendapatkan ilmu pengetahuan, menemukan kebenaran dan kesalahan, membedakan kebaikan dan keburukan, menghitung kemasahatan dan kemadlaratan.
Namun untuk menentukan tindakan benar dari yang salah, baik dari yang buruk, dan maslahah dari yang mafsadah maka perlu pertimbangan hati yang jernih. Karena itu tugas setiap orang adalah bagaimana menjaga hati selalu dalam kondisi jernih, bersih dan bebas dari kotoran. Orang seperti inilah yang beruntung dunia-akhirat, sebagaimana penjelasan surat as-Syamsy ayat 9-10:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asyamsy:9-10)
Setiap perbuatan maksiat atau dosa seseorang akan berdampak bekas hitam pada hati. Jika kemaksiatan tersebut berlangasung terus-menerus maka hati benarbenar menjadi hitam pekat. Jika hati menjadi hitam maka tidak bisa menerima kebenaran, sulit mengendalikan hawa nafsu dan berat untuk melakukan kebajikan. Hati seperti inilah yang digambarkan Allah Swt sebagai hati yang terkunci dan buta.
كَلَّا ۖ بَلْ ۜ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. al-Muṭhaffifin: 14)
Orang yang hanya menuruti kesenangan hawa nafsunya, akan serakah dan tidak akan merasa puas. Inilah sumber malapetaka. Ia akan mudah jatuh kepada kemaksiatan dan dosa.
Sedangkan orang yang banyak dosa hatinya menjadi kotor, hitam dan tertutup. Hati yang tertutup akan tumpul tidak peka terhadap perasaan dan kebenaran, sehingga menyebabkan jauh dari Allah Swt. Orang yang berbuat dosa juga disebabkan kebodohan dan tidak mau menggunakan akal sehatnya. Orang yang tidak menggunakan akal sehatnya mudah sekali melakukan kesalahan dan dosa.
Dengan demikian jelaslah hubungan antara nafsu, akal dan hati dalam kehidupan ini. Satu sama lain serupa dan saling terkait. Maka orang yang beruntung adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar ke angota badan sehingga membuahkan prilaku akhlakul karimah.
Perilaku Orang yang Memiliki Nafsu, Akal dan Qalb.
Dengan memahami ajaran Islam mengenai nafsu. Akal dan hati, maka seharusnya kita memiliki sikap sebagai berikut :
1. Dalam kehidupan sehari hari hendaknya tidak menuruti kesenangan nafsu, sebab kesenangan nafsu selalu berakhir penyesalan bahkan kehancuran, sekalipun kadang berwujud kebaikan.
2. Selalu mengasah kecerdasan, menggunakan akal untuk mempertimbangkan semua hal yang akan kita lakukan. Pertimbangkan untung ruginya, baik buruknya, dan dampak maslahah madlorotnya.
3. Setiap hari hendaknya ada tambahan ilmu yang masuk dalam akal kita terutama ilmu agama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan aturan Allah Swt dalam setiap yang akan kita lakukan. Kemudian memastikan apa yang kita laukan tidak keluar dari aturan Allah Swt tersebut.
4. Hendaknya mengasah ketajaman perasaan, dan kepekaan hati agar hati nurani kita berfunfsi dengan baik. Yaitu hati bisa mengendalikan pikiran dan nafsu dalam setiap tindakan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kedudukan akal. Nafsu dan qalb serta perilaku orang yang memiliki akal, nafsu dan qalbu. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal yang sehat dan hati yang jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar ke angota badan sehingga membuahkan prilaku akhlakul karimah. Aamiin.
Sumber, Buku Siswa Akhlak, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.