Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa marah adalah nyala api neraka Allah Swt. yang menjilat hingga ke relung hati. Orang yang tidak mampu menahan amarahnya identik dengan orang yang telah menggeser perilakunya pada perangai setan yang memang diciptakan dari api. Oleh Karena itu, kemampuan mengendalikan nafsu amarah dipandang penting oleh agama.
“Bukanlah orang yang kuat itu karena kemampuannya bergulat, tetapi orang yang kuat itu adalah orang yang bisa mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)
Kita sering beranggapan bahwa dengan meluapkan kemarahan, kita akan melegakan kemarahan, padahal sebenarnya yang terjadi sering kali membuat orang yang bersangkutan tidak dapat mengontrol dirinya.
"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)
Tingkat kesabaran seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma'nawiyah (keimananan) seseorang.
Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menyudutkan dan menghina diri kita dan keluarga kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali, dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah.
Rasulullah Saw selalu mengajarka kepada umat islam agar selalu sabar dalam menghadapi masalah. Beliau selalu menunjukkan bahwa kesabaran da lapang dada itu lebih tinggi nilainya dari pada harta.
Akan tetapi adakalanya, Rasulullah Saw. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan karena kehormatan agama Allah. Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki orang muslim adalah fasik (dosa),dan memeranginya adalah kufur (keluar dari Islam)." (HR.Bukhari)
Sabda Rasulullah Saw, "Bukanlah seorang mukmin yang suka mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi)
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan mampu menahan diri di kala mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun masyarakatnya.
Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya. Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka, tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.
Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya, mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,melatih diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti, ujub dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya.
Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah, demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Dari Abdullah bin Shamit, Rasulullah Saw. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan mengangkat derajat seseorang?"
Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah."
Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani)
Rasulullah Saw bersabda, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya. Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu-pintu bumi itu baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk)." (HR. Abu Dawud)
Sahabat bacaan madani. dari penjelasan diatas bisa di ambil kesimpula bah aorag yang bisa menahan amarah itu akan mulia dan ditinggakan Allah derajatnya. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dapat menahan amarah. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.