Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya:
“Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (HR. Bukhari)
Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Anfal:72)
Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan. Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut. Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perilaku yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu.
2. Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita.
3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak merusak nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.
“Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (HR. Bukhari)
Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Allah Swt Berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Anfal:72)
Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan. Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut. Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perilaku yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu.
2. Memaafkan kesalahan teman dan orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita.
3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak merusak nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.
Daftar pustaka mana?
BalasHapusLike
BalasHapus