1. Sulawesi
Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang Muslim dari Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.
Nama Gowa Tallo sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah merupakan kerajaan kembar. Oleh karena letaknya berada di kota Makasar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makasar, yang istananya terletak di Sumba Opu.
Pada tahun 1562 - 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan kerajaan Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari Barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Gowa menjadi pelabuhan dagang yang luar biasa ramai, disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka Kerajaan Gowa pun menjadi kerajaan yang kaya-raya dan disegani pada masanya.
2. Kalimantan
Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera dan Jawa, ternyata menenima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku.
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca.
Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai Nagara.
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dan Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928”, peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M.
Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin, yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih besar. Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota Waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, Sabangan, dan lain-lain.
Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Dato Ribandang kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian.
Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya, Pangeran Aji Langgar, dan penggantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.
3. Maluku dan Sekitarnya
Antara tahun 1400 - 1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam.
1) Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya:
2) Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465 - 1486). Setelah beliau wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina.
3) Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
4) Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
5) Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal Abidin.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian, yang disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang dan para mubalig yang juga berasal dan Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang Muslim dari Sumatera, Malaka, dan Jawa. Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang sebagian penduduknya masih memeluk kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling besar dan terkenal adalah kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.
Nama Gowa Tallo sebenarnya adalah nama dua kerajaan yang berdampingan dan selalu bersatu, seolah-olah merupakan kerajaan kembar. Oleh karena letaknya berada di kota Makasar, maka Gowa Tallo disebut juga Kerajaan Makasar, yang istananya terletak di Sumba Opu.
Pada tahun 1562 - 1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama, Kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros, Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian atas jasa Dato Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam menjadi lebih intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605 Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin. Beliau menjalin hubungan baik dengan kerajaan Ternate, bahkan secara pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan dan diislamkan. Demikian juga Bone, berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M. Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Para pedagang dari Barat yang hendak ke Maluku singgah di Gowa untuk mengisi perbekalan, bahkan kemudian rempah-rempah dari Maluku dapat diperoleh di sana, terkadang dengan harga yang lebih murah daripada di Maluku. Gowa menjadi pelabuhan dagang yang luar biasa ramai, disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini tentu saja mendatangkan keuntungan yang sangat besar, ditambah lagi persembahan dan upeti dari daerah-daerah taklukannya, maka Kerajaan Gowa pun menjadi kerajaan yang kaya-raya dan disegani pada masanya.
2. Kalimantan
Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan Pulau Sumatera dan Jawa, ternyata menenima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku.
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara Kertagama” karya Empu Prapanca.
Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja Sukarama. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran Samudra dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai Nagara.
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak, Pangeran Tumenggung dan Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A. Cense dalam bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928”, peristiwa itu terjadi pada tahun 1550 M.
Sultan Suryamullah memindahkan ibukota kerajaannya dari Muara Bahan ke Banjarmasin, yang letaknya lebih strategis, sehingga mudah disinggahi kapal-kapal yang berukuran lebih besar. Pada masa itu Sultan Suryamullah berhasil menaklukkan daerah Sambas, Batanghari, Sukadana, Kota Waringin, Pambuang, Sampit, Mendawai, Sabangan, dan lain-lain.
Hampir bersamaan waktunya, daerah Kalimantan Timur telah pula didatangi oleh orang-orang Islam. Berdasarkan hikayat Kutai, pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang ulama besar bernama Dato Ribandang dan Tuanku Tunggang Parangan. Kedua ulama itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makasar masuk Islam. Dato Ribandang kemudian kembali ke Makasar, sedangkan Tuanku Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota kemudian masuk Islam setelah merasa kalah dalam ilmu kesaktian.
Proses penyebaran Islam di Kutai dan sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575 M. Penyebaran Islam secara lebih intensif sampai ke daerah-daerah pedalaman terjadi setelah Raja Mahkota wafat. Putranya, Pangeran Aji Langgar, dan penggantinya melakukan perluasan kekuasaan ke daerah Muara Kaman.
3. Maluku dan Sekitarnya
Antara tahun 1400 - 1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam.
1) Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya:
2) Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465 - 1486). Setelah beliau wafat, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan sampai ke Filipina.
3) Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
4) Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
5) Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan Zaenal Abidin.
Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian, yang disiarkan oleh raja-raja Islam Maluku, para pedagang dan para mubalig yang juga berasal dan Maluku. Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.