Najis adalah sesuatu yang kotor atau dianggap kotor oleh syara’, sehingga menyebabkan tidak syahnya ibadah. Dalam hukum Islam, najis dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
A. Najis Mughalladzah (Najis Berat)
Najis mughaladhah adalah najis berat yang disebabkan oleh air liur anjing dan babi yang mengenai barang. Cara mensucikannya adalah dengan menghilangkan wujud najis tersebut kemudian dicuci dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan debu.
Cara ini berdasarkan Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
طَهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ (رواه مسلم
Artinya : “Cara mensucikan bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing hendaklah dibasuh tujuh kali dam salah satunya dicampur dengan debu” (HR. Muslim)
B. Najis Mutawassithah (Najis Menengah)
Najis mutawassitah adalah najis menengah. Najis mutawassitah dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Mutawassitah hukmiyah, yaitu najis yang diyakini adanya, tetapi tidak ada bau, rasa maupun wujudnya, seperti air kencing yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup disiram dengan air di atasnya.
2. Mutawassitah `Ainiyyah, adalah najis mutawassitah yang masih ada wujud, bau ataupun rasanya. Cara mensucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang wujud, bau dan rasanya (kecuali jika wujudnya sangat sulit dihilangkan).
C. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Najis mukhaffafah adalah najis ringan seperti air kencing anak laki-laki yang belum makan apa-apa kecuali ASI dan berumur kurang dari dua tahun. Cara mensucikan najis ini cukup dengan memercikkan air pada benda yang terkena najis. Sedangkan air kencing bayi perempuan pada umur yang sama cara mensucikannya dengan air yang mengalir pada benda yang terkena najis sehingga akan hilang bau, warna dan rasanya. Hadits nabi Muhammad SAW:
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الجَارِيَّةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ (رواه النساء
Artinya : “Cucilah apa-apa yang terkena air kencing anak perempuan, sedangkan jika terkena air kencing anak laki-laki cukup dengan memercikkan air padanya” (HR. an-Nasa`i dan Abu Dawud)
Lalu Bagaimana Hukum Tentang Najis yang Kering? Sering kita dapati sebuah tempat atau kain terkena najis tetapi karena satu dan lain hal, najis tersebut akhirnya belum disucikan ternyata sudah kering terlebih dahulu?
Rasulullah Saw Bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أُتِىَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِصَبِىٍّ ، فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ إِيَّاهُ .
Artinya: "Aisyah Ummu Al Mu'minin radhiyallahu 'anha meriwayatkan; Rasulullah Saw di datangkan kepada beliau seorang bayi, lalu bayi tersebut kencing di atas pakaian beliau, lalu beliau meminta diambilkan air dan disiramkan kepada beliau." (HR. Bukhari)
عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ ، لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - ، فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِى حِجْرِهِ ، فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ ، فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ .
Artinya: "Ummu Qais bintu Mihshan meriwayatkan bahwa ia pernah mendatangi Rasulullah Saw sambil membawa anak lelaki kecilnya yang belum makan makanan apapun (kecuali air susu ibunya), lalu Rasulullah Saw mendudukkannya di pangkuan beliau, ternyata bayi lelaki tersebut kencing di atas pakaian beliau, lalau beliau meminta diambilkan air kemudian beliau siramkan dan tidak membasuhnya." (HR. Bukhari)
Dari hadits diatas menunjukkan bahwa jika ada najis, maka semestinya harus cepat dan segera disucikan dengan air.
Syeikh Shalih Al Fawzan hafizhahullah menjawab:
“Najis tidak hilang dari pakaian kecuali dengan membasuhnya dengan air yang suci, dan tidak cukup dengan keringnya najis itu, Rasulullah Saw bersabda tentang darah haid yang terkena pakaian wanita:
« تَحُتُّهُ ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ، وَتَنْضَحُهُ وَتُصَلِّى فِيهِ »
“Mengeriknya (dengan kuku) kemudian menguceknya dengan air kemudian menyiramnya, lalu shalatlah dengan memakainya.” (Muttafaqun ‘alaihi), jadi wajib membasuh najis dari najis sebelum shalat dengan memakainya. (Muttafaqun 'alaihi)
"Dan jika seorang manusia menyentuh najis yang basah, maka ia dibasuh apa yang tersentuh oleh badannya, karena berpindahnya najis kepadanya, adapun najis yang kering, maka ia tidak di basuh apa yang tersentuh olehnya karena tidak berpindahnya najis kepadanya.” (Kitab Al Muntaqa min Fatawa Al Fawzan)
Syeikh Jibrin rahimahullah menjawab:
“Tidak membahayakan menyentuh najis yang kering dengan badan dan pakaian yang kering, dan demikian pula tidak membahayakan masuk ke kamar mandi yang kering dengan tidak memakai alas kaki beserta kedua kaki yang kering, karena najis hanya berpindah dengan kelembabannya.” (Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, 1/194)
Sedangkan Komite tetap untuk Fatwa dan Pembahasan Ilmiyyah Kerajaan Arab Saudi menjawab:
“Najis yang kering seperti najis yang lembab, wajib dihilangkan zat najisnya dan membasuh bekasnya dengan air dan tidak dimaafkan sedikitpun darinya.” (Fatwa Lajnah Daimah)
Baca Juga :
1. Apa Hukum Memakan Bekicot Menurut Islam?
2. Hukum Wudhu Orang yang Memakai Kosmetik Tahan Air/Water Proof
3. Bagaimana Hukum Melihat Aurat Anak Kecil?
4. Hukum Memakan Kepiting Menurut Islam
Terima kasih
BalasHapusAssalaamu'alaikum..
BalasHapusSaya pernah syahwat di kasur dan saya sadar cairan nya merembes ke kasur dan alat tidur (guling dan selimut). Akan tetapi cairan itu sudah kering dan saya juga telah bersuci. Apakah sah ketika saya solat jika saya habis bangun dari kasur itu?
Terimakasih wassalaamu'alaikum